Kamis, 04 Oktober 2012
Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Berkomunikasi
Kalau kita lihat dari sejarah, Bahasa Indonesia lahir dari Bahasa Melayu yang pada zaman dulu menjadi bahasa perdagangan antar pulau di Nusantara. Kemudian dikukuhkan menjadi Bahasa Persatuan melalui momen Sumpah Pemuda. Bahasa Melayu menjadi dominan di kala itu dikarenakan fleksibelitasnya akan bahasa-bahasa lain. Karena interaksi bangsa Indonesia saat itu lebih banyak dengan orang-orang Arab, maka Bahasa Arablah yang banyak diserap ke dalam Bahasa Melayu.
Pengembangan suatu bahasa terkait dengan bahasa sumber dari bahasa tersebut. Perkembangan Bahasa Melayu tidaklah terlalu signifikan pada saat ini. Kemiskinan dalam memproduksi kata-kata baru membuat Bahasa Melayu menjadi stagnan dan cendrung dianggap sebagai bahasa kuno. Sehingga kalau kita mencoba mengembangkan bahasa Indonesia dengan merujuk kepada bahasa asalnya memang agak sulit.
Jika ingin melihat perkembangan bahasa Indonesia saat ini kita harus kilas balik melihat embrio dari bahasa Indonesia yaitu bahasa Melayu Kuno dan bahasa Sanskerta. Bahasa Melayu Kuno dan bahasa Sanskerta digunakan untuk komunikasi oleh kerajaan-kerajaan besar di Indonesia pada jaman dahulu kala seperti Majapahit, Sriwijaya, Kutai, dan lain-lain. Kemudian pada saat para penjajah datang yaitu pemerintah kolonial Inggris dan Belanda mereka saling berebut kekuasaan untuk menjajah Indonesia, kemudian kedua negara penjajah tersebut mengadakan kesepakatan dengan dikeluarkannya Traktat London pada tahun 1824. Salah satu tujuan dikeluarkannya traktat tersebut adalah untuk keperluan perkembangan bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia.
Bahasa Melayu inilah yang diangkat oleh para pemuda pada "Konggres Pemoeda", 28 Oktober 1928, di Solo, menjadi bahasa Indonesia. Pengangkatan dan penamaan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia oleh para pemuda pada saat itu lebih "bersifat
politis" daripada "bersifat linguistis". Namun, untuk mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia, parapemuda Indonesia pada saat itu "secara politis" menyebutkan bahasa Melayu-iau menjadi bahasa Indonesia. Nama bahasa Indonesialah yang dianggap bisa memancarkan inspirasi dan semangat nasionalisme, bukan nama bahasa Melayu yang berbau kedaerahan. Ikrar yang dikenal dengan nama "Soempah Pemoeda" ini butir ketiga berbunyi "Kami poetera-poeteri Indonesia, mendjoendjoeng tinggi bahasa persatoean, bahasa Indonesia" (Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia).
Bahasa Indonesia terus berkembang seiring dengan keperluan dan perkembangan bangsa Indonesia, walaupun ada perkembangan yang menggembirakan dan ada perkembangan yang
menyedihkan dan membahayakan, Dualisme perkembangan ini memang merupakan dinamika dan konsekuensi bahasa yang hidup Tetapi, karena bahasa Indonesia sudah ditahkikkan sebagai bahasa yang berkedudukan tinggi oleh bangsa Indonesia, ia harus dipupuk dan disemaikan dengan baik dan penuh tanggung jawab agar ia bisa benar-benar menjadi "cermin" bangsa Indonesia.
Tetapi sayang sekali saat ini Bahasa Indonesia tumbuh tanpa arah yang jelas. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan bahasa Indonesia melalui siaran baik radio maupun televisi. Memang untuk mewujudkan Bahasa Siaran yang standar atau baku seperti mengharapkan hujan tanpa awan, karena kemajemukan bangsa Indonesia dan keberagaman dialek Nusantara. Padahal sudah ada sederet undang-undang dan pasal yang mengatur tentang bahasa penyiaran seperti Undang-Undang no. 32 tahun 2002, tentang Penyiaran pasal 37 menyatakan bahwa Bahasa Pengantar Utama dalam penyelenggaraan program siaran harus Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pasal 38 menyatakan bahwa Bahasa Daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan apabila diperlukan untuk mendukung mata acara tertentu. Bahasa asing hanya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai dengan keperluan suatu mata acara siaran. Pasal 39 menyatakan bahwa mata acara siaran bahasa asing dapat disiarkan dalam bahasa aslinya dan khusus untuk jasa penyiaran televisi harus diberi teks Bahasa Indonesia atau secara selektif disulihsuarakan ke dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan keperluan mata acara tertentu.
Kita sering mendengar orang berdalih bahwa berbahasa itu yang terpeting lawan berbicara dapat memahami informasi yang kita sampaikan, dan tidak harus menggunakan bahasa yang baik dan benar sebagaimana yang diatur dalam bahasa Indonesia. Pretensi itu berkembang menjadi sebuah aksioma di tengah masyarakat. Dampaknya, bahasa Indonesia menjadi terabaikan.
Tetapi kita sebagai Bangsa Indonesia yang besar dan memiliki bahasa sendiri harus bangga terhadap Bahasa Indonesia, karena Bahasa Indonesia adalah bahasa milik Indonesia sendiri, bukan milik negara lain. Jangan sampai Bahasa Indonesia di-claim oleh negara lain.
Sumber : http://blog.sunan-ampel.ac.id/warsiman/2010/05/18/bahasa-indonesia-dahulu-kini-dan-akan-datang/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar