Minggu, 28 Oktober 2012

EVALUASI ALTERNATIF SEBELUM PEMBELIAN


EVALUASI ALTERNATIF SEBELUM PEMBELIAN

Proses Pengambilan Keputusan Pada Konsumen
Setelah konsumen menerima pengaruh dalam kehidupannya maka mereka sampai pada keputusan membeli atau menolak produk. Pemasar dianggap berhasil kalau pengaruh-pengaruh yang diberikannya menghasilkan pembelian dan atau dikonsumsi oleh konsumen. Keputusan konsumen, tingkatan-tingkatan dalam pengambilan keputusan, serta pengambilan keputusan dari sudut pandang yang berbeda bukan hanya untuk menyangkut keputusan untuk membeli, melainkan untuk disimpan dan dimiliki oleh konsumen.
Konsep Keputusan
Keputusan adalah suatu pemilihan tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Bila seseorang dihadapkan pada dua pilihan, yaitu membeli dan tidak membeli tapi memilih membeli, maka dia ada dalam posisi membuat keputusan. Semua orang mengambil keputusan setiap hari dalam hidupnya tanpa disadari. Dalam proses pengambilan keputusan, konsumen harus melakukan pemecahan masalah dalam kebutuhan yang dirasakan dan keinginannya untuk memenuhi kebutuhan dengan konsumsi produk atau jasa yang sesuai.


Aspek-Aspek Pemilihan Keputusan:

• Produk yang murah – Produk yang lebih mahal
• Pembelian yang sering – Pembelian yang jarang
• Keterlibatan rendah – Keterlibatan tinggi
• Kelas produk dan merek kurang terkenal- Kelas produk dan merek terkenal
• Pembelian dengan pertimbangan dan – Pembelian dengan pertimbangan
• pencarian yang kurang matang. dan pencarian intensif

Analisis Pengambilan Keputusan oleh Konsumen
Ada empat sudut pandang dalam menganalisis pengambilan keputusan konsumen, yaitu :
1. )Sudut Pandang Ekonomis
Konsumen sebagai orang yang membuat keputusan secara rasional, yang mengetahuisemua alternative produk yang tersedia dan harus mampu membuat peringkat dari setiap alternative yang ditentukan dipertimbangkan dari kegunaan dan kerugiannya serta harus dapat mengidentifikasikan satu alternatif yang terbaik, disebut economic-man.

2.) Sudut Pandang Kognitif
Konsumen sebagai cognitive man atau sebagai problem solver. Kosumen merupakan pengolah informasi yang selalu mencari dan mengevaluasi informasi tentang produk dan gerai. Pengolah informasi selalu berujung pada pembentukan pilihan, terjadi inisiatif untuk membeli atau menolak produk. Cognitive man berdiri di antara economic man dan passive man, seringkali cognitive man punya pola respon terhadap informasi yang berlebihan dan seringkali mengambil jalan pintas, untuk memenuhi pengambilan keputusannya (heuristic) pada keputusan yang memuaskan.


3.) Sudut Pandang Emosianal
Menekankan emosi sebagai pendorong utama, sehingga konsumen membeli suatu produk. Favoritisme buktinya seseorang berusaha mendapatkan produk favoritnya, apapun yang terjadi. Benda-benda yang menimbulkan kenangan juga dibeli berdasarkan emosi.
anggapan emotional man itu tidak rasional adalah tidak benar. Mendapatkan produk yang membuat perasaannya lebih baik merupakan keputusan yang rasional.
Model Sederhana Untuk Menggambarkan Pengambilan Keputusan Konsumen.


Pengaruh Eksternal
Usaha-usaha pemasaran pemasaran Lingkungan social budaya, seperti :
• keluarga
• sumber informal
• sumber non komersial
• kelas social
• budaya dan sub budaya


Pengambilan Keputusan Pada Konsumen
a. Sadar akan kebutuhan
b. Mencari sebelum membeli
c. Mengevaluasi alternatif


Area psikologis
a. Motivasi
b. Persepsi
c. Pembelajaran
d. Kepribadian
e. Sikap


Perilaku Setelah Keputusan Pembelian
a. Percobaan
b. Pembelian ulang


TIGA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN KONSUMEN

1. Konsumen Individu
Pilihan merek dipengaruhi oleh kebutuhan konsumen, persepsi atas karakteristik merek, dan sikap ke arah pilihan. Sebagai tambahan, pilihan merek dipengaruhi oleh demografi konsumen, gaya hidup, dan karakteristik personalia.

2. Pengaruh Lingkungan
Lingkungan pembelian konsumen ditunjukkan oleh budaya (norma kemasyarakatan, pengaruh kedaerahan atau kesukuan), kelas sosial (keluasan grup sosial ekonomi atas harta milik konsumen), grup tata muka (teman, anggota keluarga, dan grup referensi) dan faktor menentukan yang situasional (situasi dimana produk dibeli seperti keluarga yang menggunakan mobil dan kalangan usaha).

3. Marketing strategy
Merupakan variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi konsumen. Variabel-variabelnya adalah barang, harga, periklanan dan distribusi yang mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan. Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk evaluasi kesempatan utama pemasaran dalam pengembangan pemasaran. Kebutuhan ini digambarkan dengan garis panah dua arah antara strategi pemasaran dan keputusan konsumen dalam gambar 1.1 penelitian pemasaran memberikan informasi kepada organisasi pemasaran mengenai kebutuhan konsumen, persepsi tentang karakteristik merek, dan sikap terhadap pilihan merek. Strategi pemasaran kemudian dikembangkan dan diarahkan kepada konsumen.

Sumber : http://vina-20.blogspot.com/2011/10/evaluasi-alternatif-sebelum-pembelian.html

Kamis, 11 Oktober 2012

Model Proses Pengambilan Keputusan


Proses Pengambilan Keputusan Individu (Individual Decision Making)
Proses pembuatan keputusan individu yang dihasilkan oleh manager dapat dibedakan menjadi dua macam, pertama rational approach pendekatan ini menuntut manajer untuk membuat keputusan dan kedua adalah bounded rationality perspective yang menjelaskan bagaimana keputusan dibuat dibawah keterbatasan waktu dan sumber daya.
a. Rational Approach
Merupakan sebuah pendekatan rasional yang menekankan analisis permasalahan secara sistematis yang diikuti dengan pemilihan alternatif serta implementasi keputusan tersebut  proses pembuatan keputusan secara individu. Pendekatan ini merupakan model ideal bagaimana keputusan dibuat dan pada praktiknya pendekatan ini tidak sepenuhnya dapat dicapai dalam dunia nyata. Menurut model ini keputusan dibuat melalui 8 tahap, antara lain:
1) Monitor the decision environment
Pada tahap ini, manajer memonitor informasi yang mengindikasikan terjadinya penyimpangan baik itu informasi yang bersifat internal maupun eksternal.
2) Define the decision problem
Pada tahap ini dilakukan identifikasi detail dari permasalahan yang terjadi.
3) Specify decision objectives
Pada tahap ini manajer menentukan apa yang ingin dicapai oleh keputusan yang akan dibuat.
4) Diagnose the problem
Di tahap ini manajer  menelusuri lebih lanjut serta menganalisa apa yang menjadi sumber permasalahan.
5) Develop alternative solutions
Manajer mengemukakan tidak hanya satu alternatif keputusan dalam menangani masalah.
6) Evaluate alternatives
Pada tahap ini teknik-teknik statistik atau pengalaman pribadi dapat digunakan untuk mencari alternatif keputusan dengan tingkat keberhasilan tertinggi.
7) Choose the best alternative
Pada tahap ini kemampuan seorang manajer diuji untuk memutuskan alternatif keputusan mana yang harus dipilih, sehingga ditahap ini akan dihasilkan alternatif keputusan tunggal sebagai solusi dari permasalahan yang terjadi.
8) Implement the chosen alternative
Pada tahap ini manager mulai menggunakan kemampuan persuasif dan administratif manjerial yang dimilikinya. Manajer juga dituntut untuk memberikan arahan guna menjamin keputusan yang diambil dilaksanakan dengan baik.
b. Bounded Rationality Perspective
Pendekatan proses pengambilan keputusan secara rasional sangat sulit dilakukan karena pada kenyataannya manajer dalam dunia nyata dituntut untuk melakukan pengambilan keputusan yang cepat, sehingga dalam pengambilan keputusan manajer akan terbatasi oleh waktu, faktor internal dan eksternal serta sifat alamiah suatu permasalahan yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya suatu analisa menyeluruh terhadap permasalahan tersebut. Hal ini menjadikan pengambilan keputusan secara rasional menjadi terbatasi (bounded rationality perspective). Pengambilan keputusan menggunakan pendekatan ini umumnya lebih menekankan pada aspek intuisi, pengalaman dan penilaian (judgement) dibandingkan dengan langkah-langkah logis. Intuisi tidak selalu bersifat irasional, karena intuisi didasarkan atas pengalaman bertahun-tahun dari seorang manajer terhadap pekerjaannya yang telah tersimpan di alam bawah sadarnya. Intuisi akan menghasilkan keberanian serta firasat mengenai alternatif keputusan mana yang diperkirakan dapat memecahkan permasalahan, sehingga intuisi akan mempersingkat waktu dalam pengambilan keputusan.
C. Proses Pengambilan Keputusan Organisasi
Pada level organisasi keputusan yang dibuat umumnya tidak berasal dari satu manajer tapi merupakan kombinasi keputusan yang melibatkan seluruh manajer pada suatu organisasi. Berdasarkan penelitian terdapat 4 macam proses pengambilan keputusan pada level organisasi, yaitu: PerspectiveManagement science approach, Carniege model, Incremental decision proses model, Garbage can model.
a. Management Science Approach
Pendekatan manajemen pengetahuan dapat didefinisikan sebagai pendekatan rasional pengambilan keputusan pada level organisasi. Pendekatan ini merupakan alat yang baik dalam proses pengambilan keputusan organisasi, terutama jika permasalahan yang terjadi dapat dianalisa serta variabel permasalahan dapat di identifikasi serta terukur. Kelemahan model ini adalah tidak banyak permasalahan dengan data kuantitatif yang memadai dan proses penyampaian tacit knowledge (pengetahuan yang dimiliki setiap manajer) umumnya sukar dilakukan. Keputusan yang dihasilkan menggunakan pendekatan ini dapat berupa kesimpulan kualitatif, kuantitatif atau kombinasi keduanya.
b. Carnegie Model
Model ini dapat digambarkan sebagai model bounded rationality perspective pada level organisasi. Model ini menjelaskan pengambilan keputusan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1)        Adanya ketidakpastian karena terbatasnya informasi yang dapat diperoleh manajer serta konflik kepentingan yang terjadi karena setiap manajer memiliki tujuan, opini, nilai, serta pengalaman yang berbeda-beda akan mendorong terjadinya koalisi antar manajer.
2)        Koalisi akan dibutuhkan selama proses pengambilan keputusan karena:
a)         Ambiguitas tujuan organisasi dan inkonsistensi tujuan dari departemen operasi.
b)        Manajer tidak memiliki waktu, sumber daya serta kapasitas mental untuk mengidentifikasi setiap dimensi serta memproses seluruh informasi yang relevan dengan keputusan yang akan dibuat.
Terbentuknya koalisi antar manajer memungkin kan terjadinya diskusi, interpretasi tujuan serta permasalahan, tukar pendapat, menentukan prioritas masalah, serta dukungan secara sosial terhadap permasalahan beserta solusinya.
3)        Koalisi akan mempermudah pencarian solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada.
4)        Solusi yang ada akan menghasilkan keputusan yang akan memberikan solusi memuaskan (satisficing) dan bukan solusi optimal bagi organisasi. Hal ini terjadi karena adanya problemistic search, yaitu kondisi dimana manajer terpaku pada lingkungan koalisi yang terbentuk sehingga mereka hanya mengharapkan solusi yang secepatnya dapat memecahkan masalah tanpa mempertimbangkan optimalisasi organisasi.
Kelemahan model Carnegie antara lain, terkadang sulit untuk membangun koalisi yang solid, diskusi dalam tubuh koalisi biasanya memerlukan waktu lama untuk mencapai suatu kesepakatan dan keputusan yang dihasilkan biasanya hanya memberikan solusi satisficing, selain itu model ini juga menekankan pentingnya persetujuan politik (political bargaining) sehingga model Carnegie cocok digunakan dalam mengidentifikasi masalah yang terjadi di organisasi.
c. Incremental Decision Process Model
Model ini pengambilan keputusan ini menyerupai dengan model pengambilan keputusan secara Carnegie, yang menekankan lebih detail pada tahapan mulai dari identifikasi masalah hingga solusinya, namun kurang menekankan pada faktor sosial dan politik. Tahapan pengambilan keputusan dapat dijabarkan melalui 3 fase, yaitu:
1) Identification Phase
Fase identifikasi ini diawali dengan rekognisi, yaitu suatu keadaan dimana para manajer menjadi sadar akan adanya masalah dan perlunya mengambil suatu keputusan. Rekognisi pada umumnya distimulasi oleh adanya masalah yang tercermin dari perubahan lingkungan eksternal organisasi sehingga terjadi penurunan kinerja. Kemudian, setelah rekognisi manajer akan melalui langkah selanjutnya, yakni diagnosis dimana terjadi pengumpulan informasi yang dibutuhkan untuk menjelaskan masalah yang terjadi.
2) Development Phase
Pada fase ini terbentuk beberapa solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang sebelumnya telah teridentifikasi. Solusi ini terbentuk melalui dua cara, antara lain:
a) Search
Pada cara ini dapat digunakan prosedur dalam mencari alternatif keputusan.
b) Design
Setelah itu dilakukan pemilihan desain solusi yang diinginkan melalui proses trial-and-error.
3) Selection Phase
Fase dimana terjadi pemilihan solusi. Pemilihan solusi ini dilakukan melalui 3 cara, pertama penilaian (judgement) dimana para pembuat keputusan melakukan penilaian terhadap alternatif-alternatif solusi yang ada. Kedua, perundingan (bargaining), perundingan akan terjadi jika pemilihan solusi melibatkan lebih dari satu pembuat keputusan, diskusi dan perundingan ini akan berjalan hingga terbentuk sebuah koalisi seperti yang dijelaskan pada model Carnegie diatas. Ketiga, pemberian wewenang (authorization) pada tahap ini keputusan akan disebarluaskan kepada setiap hirarki organisasi hingga level terbawah dari hirarki.
d. Garbage Can Model
Model ini merupakan hasil evolusi dari Carnegie Model dan Incremental Decision Process Model. Perbedaannya adalah, jika Carnegie dan Incremental Decision Process Model memberikan informasi mengenai bagaimana keputusan tunggal terbentuk, maka Garbage Can Model menggambarkan bagaimana alur setiap keputusan dibuat dalam organisasi secara keseluruhan. Beberapa karakteristik mengenai model ini adalah:
1) Organized anarchy
Yaitu suatu keadaan dimana terjadi tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi, sehingga terjadi anarki organisasi dimana terjadi penyimpangan otoritas vertikal dari hirarki serta keputusan birokratik. Anarki organisasi ditandai dengan adanya perubahan yang cepat dan kolektif terhadap lingkungan birokrasi.
2) Streams of events
Karakteristik lain dari Garbage Can Model adalah proses pengambilan keputusan yang tidak berurutan dimana seharusnya pengambilan keputusan seharusnya diawali dengan adanya suatu masalah dan berakhir dengan ditemukannya solusi. Pengambilan keputusan yang terjadi pada model ini mengikuti aliran sebagai berikut:
a)    Problems
Masalah muncul saat terjadi ketidakpuasan terhadap kinerja.
b)   Potential solution
Merupakan gagasan yang dikemukakan seorang karyawan yang tidak selalu menduduki jabatan seorang manajer.
c)    Participants
Partisipan merupakan karyawan organisasi.
d)   Choice of opportunities
Merupakan saat dimana organisasi memiliki peluang dan harus membuat keputusan.
3) Consequnces
Gargbage can model memiliki 4 macam konsekuensi, antara lain:
a)    Solusi dapat saja terbentuk meskipun organisasi tidak sedang mengalami masalah.
b)   Pilihan dapat ditentukan meskipun terkadang tidak memecahkan permasalahan.
c)    Permasalahan dapat berlarut-larut, karena partisipan terbiasa dengan masalah yang terjadi dan menyerah untuk menyelesaikannya.
d)   Tidak semua masalah dapat terpecahkan.
Garbage can model cocok untuk digunakan pada pengambilan keputusan pada keadaaan problematik dengan informasi mengenai permasalahan yang sangat minim.


http://icecube.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2010/07/13/pengambilan-keputusan/

Kamis, 04 Oktober 2012

Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Berkomunikasi

Kalau kita lihat dari sejarah, Bahasa Indonesia lahir dari Bahasa Melayu yang pada zaman dulu menjadi bahasa perdagangan antar pulau di Nusantara. Kemudian dikukuhkan menjadi Bahasa Persatuan melalui momen Sumpah Pemuda. Bahasa Melayu menjadi dominan di kala itu dikarenakan fleksibelitasnya akan bahasa-bahasa lain. Karena interaksi bangsa Indonesia saat itu lebih banyak dengan orang-orang Arab, maka Bahasa Arablah yang banyak diserap ke dalam Bahasa Melayu. Pengembangan suatu bahasa terkait dengan bahasa sumber dari bahasa tersebut. Perkembangan Bahasa Melayu tidaklah terlalu signifikan pada saat ini. Kemiskinan dalam memproduksi kata-kata baru membuat Bahasa Melayu menjadi stagnan dan cendrung dianggap sebagai bahasa kuno. Sehingga kalau kita mencoba mengembangkan bahasa Indonesia dengan merujuk kepada bahasa asalnya memang agak sulit. Jika ingin melihat perkembangan bahasa Indonesia saat ini kita harus kilas balik melihat embrio dari bahasa Indonesia yaitu bahasa Melayu Kuno dan bahasa Sanskerta. Bahasa Melayu Kuno dan bahasa Sanskerta digunakan untuk komunikasi oleh kerajaan-kerajaan besar di Indonesia pada jaman dahulu kala seperti Majapahit, Sriwijaya, Kutai, dan lain-lain. Kemudian pada saat para penjajah datang yaitu pemerintah kolonial Inggris dan Belanda mereka saling berebut kekuasaan untuk menjajah Indonesia, kemudian kedua negara penjajah tersebut mengadakan kesepakatan dengan dikeluarkannya Traktat London pada tahun 1824. Salah satu tujuan dikeluarkannya traktat tersebut adalah untuk keperluan perkembangan bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia. Bahasa Melayu inilah yang diangkat oleh para pemuda pada "Konggres Pemoeda", 28 Oktober 1928, di Solo, menjadi bahasa Indonesia. Pengangkatan dan penamaan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia oleh para pemuda pada saat itu lebih "bersifat politis" daripada "bersifat linguistis". Namun, untuk mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, parapemuda Indonesia pada saat itu "secara politis" menyebutkan bahasa Melayu-iau menjadi bahasa Indonesia. Nama bahasa Indonesialah yang dianggap bisa memancarkan inspirasi dan semangat nasionalisme, bukan nama bahasa Melayu yang berbau kedaerahan. Ikrar yang dikenal dengan nama "Soempah Pemoeda" ini butir ketiga berbunyi "Kami poetera-poeteri Indonesia, mendjoendjoeng tinggi bahasa persatoean, bahasa Indonesia" (Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia).
Bahasa Indonesia terus berkembang seiring dengan keperluan dan perkembangan bangsa Indonesia, walaupun ada perkembangan yang menggembirakan dan ada perkembangan yang menyedihkan dan membahayakan, Dualisme perkembangan ini memang merupakan dinamika dan konsekuensi bahasa yang hidup Tetapi, karena bahasa Indonesia sudah ditahkikkan sebagai bahasa yang berkedudukan tinggi oleh bangsa Indonesia, ia harus dipupuk dan disemaikan dengan baik dan penuh tanggung jawab agar ia bisa benar-benar menjadi "cermin" bangsa Indonesia. Tetapi sayang sekali saat ini Bahasa Indonesia tumbuh tanpa arah yang jelas. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan bahasa Indonesia melalui siaran baik radio maupun televisi. Memang untuk mewujudkan Bahasa Siaran yang standar atau baku seperti mengharapkan hujan tanpa awan, karena kemajemukan bangsa Indonesia dan keberagaman dialek Nusantara. Padahal sudah ada sederet undang-undang dan pasal yang mengatur tentang bahasa penyiaran seperti Undang-Undang no. 32 tahun 2002, tentang Penyiaran pasal 37 menyatakan bahwa Bahasa Pengantar Utama dalam penyelenggaraan program siaran harus Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pasal 38 menyatakan bahwa Bahasa Daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan apabila diperlukan untuk mendukung mata acara tertentu. Bahasa asing hanya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai dengan keperluan suatu mata acara siaran. Pasal 39 menyatakan bahwa mata acara siaran bahasa asing dapat disiarkan dalam bahasa aslinya dan khusus untuk jasa penyiaran televisi harus diberi teks Bahasa Indonesia atau secara selektif disulihsuarakan ke dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan keperluan mata acara tertentu. Kita sering mendengar orang berdalih bahwa berbahasa itu yang terpeting lawan berbicara dapat memahami informasi yang kita sampaikan, dan tidak harus menggunakan bahasa yang baik dan benar sebagaimana yang diatur dalam bahasa Indonesia. Pretensi itu berkembang menjadi sebuah aksioma di tengah masyarakat. Dampaknya, bahasa Indonesia menjadi terabaikan. Tetapi kita sebagai Bangsa Indonesia yang besar dan memiliki bahasa sendiri harus bangga terhadap Bahasa Indonesia, karena Bahasa Indonesia adalah bahasa milik Indonesia sendiri, bukan milik negara lain. Jangan sampai Bahasa Indonesia di-claim oleh negara lain. Sumber : http://blog.sunan-ampel.ac.id/warsiman/2010/05/18/bahasa-indonesia-dahulu-kini-dan-akan-datang/