Selasa, 11 Januari 2011

Tradisi Penguburan Mayat Di Desa Trunyan

Desa Trunyan merupakan sebuah desa kuno di tepi danau Batur, Kintamani, Kabupaten Bangli.
Desa ini merupakan sebuah desa Bali Aga, Bali Mula dengan kehidupan masyarakat yang unik dan menarik Bali Aga, berarti orang Bali pegunungan, sedangkan Bali Mula berarti Bali asli. Kebudayaan orang Trunyan mencerminkan satu pola kebudayaan petani yang konservatif. Terbayang pula suasana kehidupan masyarakat Bali tempo dulu dengan tradisi kuat menyelimuti desa ini.

Berdasarkan folk etimologi, penduduk Trunyan mempersepsikan diri dan jati diri mereka dalam dua versi. Versi pertama, orang Trunyan adalah orang Bali Turunan, karena mereka percaya bahwa leluhur mereka ‘turun’ dari langit ke bumi Trunyan. Terkait dengan versi ini, orang Trunyan mempunyai satu mite atau dongeng suci mengenai asal-usul penduduk Trunyan adalah seorang Dewi dari langit.


Berdasarkan folk etimologi, penduduk Trunyan mempersepsikan diri dan jati diri mereka dalam dua versi. Versi pertama, orang Trunyan adalah orang Bali Turunan, karena mereka percaya bahwa leluhur mereka ‘turun’ dari langit ke bumi Trunyan. Terkait dengan versi ini, orang Trunyan mempunyai satu mite atau dongeng suci mengenai asal-usul penduduk Trunyan adalah seorang Dewi dari langit.

Versi kedua, orang Trunyan hidup dalam sistem ekologi dengan adanya pohon Taru Menyan, yaitu pohon yang menyebarkan bau-bauan wangi. Dari perdaduan kata “taru” dan “menyan” berkembang kata Trunyan yang dipakai nama desa dan nama penduduk desa tersebut.

Trunyan memiliki tradisi yang unik dalam memperlakukan jenasah warganya. Tidak seperti umat Hindu umumnya di Bali yang melangsungkan upacara ngaben untuk pembakaran jenasah, di Trunyan jenasah tidak dibakar melainkan hanya diletakkan di tanah pekuburan. Meskipun mayat hanya diletakan saja, tidak tercium bau busuk dari mayat yang ada dipemakaman tersebut. Konon karena ada pohon-pohon yang berdaun wangi yang diyakini masyarakat trunyan, dapat menyerap bau busuk sehingga meskipun mayat dibiarkan tanpa dikubur, tidak ada bau busuk tercium. Pohon ini dikenal sebagai Taru Menyan .Taru Menyan sendiri diyakini sebagai asal mula nama Desa Trunyan. Konon, pohon ini pernah menyebarkan bau sangat harum. Keharumannya inilah yang menyerap bau busuk mayat-mayat di kuburan ini. Jangan pernah mengambil barang-barang yang ada di sini. Barang-barang itu milik orang-orang yang dikubur di sini.





Secara spesifik, terkait dengan kepercayaan orang Trunyan mengenai penyakit dan kematian, maka cara pemakaman orang Trunyan ada 2 macam yaitu:

1. Meletakkan jenazah diatas tanah dibawah udara terbuka yang disebut dengan istilah mepasah. Orang-orang yang dimakamkan dengan cara mepasah adalah mereka yang pada waktu matinya termasuk orang-orang yang telah berumah tangga, orang-orang yang masih bujangan dan anak kecil yang gigi susunya telah tanggal.

2. Dikubur / dikebumikan. Orang-orang yang dikebumikan setelah meninggal adalah mereka yang cacat tubuhnya, atau pada saat mati terdapat luka yang belum sembuh seperti misalnya terjadi pada tubuh penderita penyakit cacar, lepra dan lainnya. Orang-orang yang mati dengan tidak wajar seperti dibunuh atau bunuh diri juga dikubur. Anak-anak kecil yang gigi susunya belum tanggal juga dikubur saat meninggal.

Untuk keperluan pemakaman, di desa Trunyan terdapat 3 kuburan yaitu:
1.Sema wayah, diperuntukkan untuk pemakaman jenis mepasah.
2.Sema bantas, diperuntuukan untuk dengan penguburan.
3.Sema nguda, diperuntukkan untuk kedua jenis pemakaman yaitu mepasah maupun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar